Pesta Danau Toba, Menuju “Pokok Wisata” Sumut yang Mendunia
* Sekda PropSU Drs RE Nainggolan MM : Panitia Pasti Mampu Sukseskan PDT 2010* Anggota DPR RI Ir Nurdin Tampubolon : 20 Persen Biaya PDT Harus Dari Daerah
“Terlepas dari kendala yang sering dialami, baik oleh panitia maupun oleh pihak pemerintah daerah sendiri, hal terpenting yang perlu dipikirkan sekarang ini adalah bagaimana menjadikan Pesta Danau Toba (PDT) itu menjadi pokok acara yang mendunia sebagai paket wisata utama dari Sumatera Utara. Kendati PDT selama ini menyajikan banyak sub-acara seperti lomba perahu tradisionil (Solu Bolon Rally) dan lomba renang lintas danau atau atraksi ritual Mangalahat Horbo plus hiburan kesenian lainnya, ke depan sudah harus ditetapkan satu acara pokok atau acara tunggal sebagai top program yang mendunia, apakah acara tarian Tor-tor-nya dalam bentuk Festival tarian sejenis Tor-tor sedunia, minimal se-Indonesia, atau objek musik Gondang Batak dalam bentuk Parade Musik Gondang Batak, dll, yang memang harus dipusatkan di kota Parapat atau Pulau Samosir. Di satu sisi, kita perlu belajar dari Sumatera Barat dengan paket lomba balap sepeda internasional ‘Tour de Singkarak’ sepekan lalu. Cuma satu acaranya, tapi mendunia… karena melibatkan dan diikuti para peserta dari sejumlah negara luar sehingga otomatis mengundang penonton dan pengunjung (turis) dari mancanegara pula…”
Itulah paparan dan tanggapan Sekda Propinsi Sumut Drs RE Nainggolan MM kepada SIB dalam satu wawancara khusus soal Pesta Danau Toba 2010, di ruang kerjanya, Selasa (20/7) lalu. Wawancara itu merupakan tindak lanjut dari pernyataan Gubsu Syamsul Arifin SE, bahwa teknis pelaksanaan PDT 2010 sebagai even reguler bursa pariwisata nasional dari Sumut, khususnya soal pendanaan biaya PDT, merupakan tanggung jawab pihak Sekda karena menyangkut satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Itu juga berkaitan hasil wawancara dengan Menteri Pariwisata & Kebudayaan RI Ir Jero Wacik, bahwa PDT, walaupun merupakan event wisata nasional di atau dari Sumut, terindikasi tak mendapat alokasi dana dari pihak pusat, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.
Nainggolan (Sekda) menegaskan, pihak pemerintah propinsi Sumut tetap konsisten untuk mendukung pelaksanaan PDT sebagaimana biasanya, walaupun saat ini belum menetapkan besaran atau prosentase dana yang akan disiapkan atau disalurkan untuk acara tersebut. Soalnya, Danau Toba yang telah ditetapkan pemerintah sebagai salah satu kawasan strategis nasional atas potensi wisata dan lingkungan berdasarkan UU No 26 Thn 2006 (tentang tata ruang) yang kemudian diperkuat dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (Perpres) No 26 Thn 2007 tentang Danau Toba sebagai salah satu kawasan strategis nasional sektor pariwisata dan lingkungan.
Dengan demikian, Danau Toba dengan potensi majemuk itu, pada hahekatnya kini menjadi tangungjawab multi pihak mulai dari pemerintah tingkat pusat, propinsi, hingga daerah sekitarnya (kini tujuh kabupaten). Bahkan, pakar geologi Ir Jonathan Ikuten Tarigan dari Dewan Pakar Ikatan Ahli Geologi Indonesia (DP IAGI) Sumbagut, dalam berbagai forum resmi maupun informal selalu menegaskan kalau Danau Toba idealnya juga menjadi tanggung jawab internasional melalui UNESCO PBB karena merupakan salah satu dari (hanya) dua situs dunia, bersama objek wisata taman nasional Yellowstone di AS. Itu berarti, Danau Toba sejak dulu memang sudah mendunia…
Pokok acara mendunia…
Pernyataan Sekda, RE Nainggolan bahwa Pesta Danau Toba perlu gelaran acara pokok atau acara tunggal seperti Tour de Singkarak di Sumatera Barat, agaknya merupakan wacana baru. Mantan bupati Taput dan Kepala Bappeda Sumut itu mengisyaratkan wisata Danau Toba jangan hanya dihidupkan atau diacarakan sekali setahun saja dalam bentuk PDT-PDT selama ini. Sekali (dalam setahun itu) ramai, tapi selanjutnya (sebelas bulan) sepi….
“Misalnya PDT tahun ini pokok acaranya Festival Gondang Batak atau Parade Solu Bolon yang melibatkan para pemusik tradisional atau para pengayuh perahu tradisionil sejenis dari berbagai daerah di Indonesia atau sejumlah negara. Tahun depan PDT acara pokoknya misal Lomba Renang Lintas Danau yang melibatkan para perenang antar daerah plus sejumlah negara. Tahun berikutnya mungkin PDT-nya menggelar lombalari internasional Danau Toba 10-K atau sejenisnya. Pokoknya…banyaklah…yang bisa dicoba dan layak digelar. Dasar pemikirannya adalah… untuk apa PDT menggelar banyak acara tapi Danau Toba begitu-begitu saja. Sementara, biarpun satu acara saja, tapi (Danau Toba) mendunia…,” papar Nainggolan penuh antusias sembari mencontohkan bursa wisata sejenis di sejumlah daerah wisata di Indonesia, dan di beberapa negara lain.
Lalu, soal materi acara lainnya yang selama ini ditampilkan untuk meramaikan dan menyemarakkan agenda wisata PDT-PDT, Nainggolan justru tak menampik, bahwa itu tetap perlu. Tetap perlu…,baik sebagai sub-sub acara pendukung maupun sebagai sub-acara sampel (paket antara) dari masing-masing daerah lintas Danau Toba untuk dijadikan pokok acara pada PDT berikutnya. Dia mencontohkan acara ritual sembelih kerbau (mangalahat horbo) atau olahraga tradisionil Batak ‘marjalengkat’ atau gulat Batak ‘marsiranggut’ dsb, tetap bisa disajikan sebagai atraksi rakyat dalam paket pendukung acara PDT. Bila kelak ternyata itu berpotensi dijadikan acara pokok yang mendunia, maka perlu ditelusuri kemungkinan menggelarnya dengan melibatkan sejumlah daerah lain yang memiliki tradisi ritual sembelih hewan (kambing, kerbau, lembu, dsb), atau para pegulat tradisional dari sejumlah daerah lainnya untuk di-festival-kan dalam satu bursa pariwisata nasional berskala internasional. Pesta Danau Toba.
Bahkan, secara optimis Nainggolan membuka wacana futuristik, bahwa berbagai potensi budaya dan seni daerah dari seluruh daerah kawasan lintas Danau Toba justru bisa disajikan sebagai paket acara wisata periodik sebelum acara puncak atau acara utama berupa PDT itu. Misalnya, daerah Taput atau Tobasa menggelar acara parade gondang dan tor-tor (seperti yang sudah digelar tahun lalu) pada bulan tertentu (misalnya pada bulan Februari atau Maret). Lalu, pada April atau Mei akan diisi oleh daerah Humbang Hasundutan atau Samosir dengan acara festival ‘Martonun’ atau parade kuliner serba ikan mas dsb. Juni-Juli misalnya diisi Dairi dan Tanah Karo dengan acara lomba menjala ikan dengan perahu atau Lomba ‘Mangkail’, Agustus-September mungkin akan diisi Simalungun (sendiri atau dengan daerah tetangganya) dengan acara konvoi becak kuno dari Siantar ke Parapat yang dipadukan dengan konvoi sepeda motor modern seperti acara wisata dua generasi (Widuri) yang melibatkan beca Siantar dan motor besar sejenis Harley Davidson pada PDT tahun-tahun lalu.
“Targetnya ke depan (future target)-nya adalah, agar Danau Toba itu berisi dengan acara wisata setiap bulannya, minimal ada kegiatan reguler sebelum atau sesudah ataupun dalam rangka menyambut acara puncak (core event) Pesta Danau Toba. Selain membuka peluang bagi setiap daerah kawasan lintas Danau Toba untuk menyajikan atau menjual potensi dan paket wisata daerahnya, juga akan merangsang terbukanya kerja sama investasi atau kerja sama dengan para mitra kerja dari kalangan dunia usaha (stake holders). Sehingga, Danau Toba dengan agenda reguler itu akan mendunia, apalagi dengan pokok acara di Pesta Danau Toba,” ujar Sekda sembari menyatakan optimismenya, bahwa panitia PDT 2010 akan mampu dan sukses menggelar PDT tahun ini.
Optimisme itu antara lain didasarkan pada potensi dan referensi para panitia yang sebagian besar masih didominasi orang-orang yang sudah pernah ikut pelaksanaan PDT-PDT sebelumnya. Misalnya Sujono Manurung SE (ketua umum PDT 2008 dan PDT 2009) kini sebagai Ketua Dewan Pengarah PDT 2010, bersama Januari Siregar SH Mhum yang ikut di PDT 2010. Ada Saut Gurning yang berpengalaman menggelar Pesta Rakyat Danau Toba (PRDT) beberapa kali ketika PDT absen 10 tahun. Ada Arthur MD Batubara, Donald Sihombing, Raja P Sirait, Layari S Kaban, Bibie N Lubis, Merdi Sihombing, Clement HJ Gultom dan puluhan pengusaha besar lainnya di Sumut di bawah komando Parlindungan Purba SH sebagai ketua umum PDT 2010.
Dilema biaya PDT…
Bahwa PDT juga ‘sempat’ mendunia sebagai klimaks pemberdayaan objek wisata multipotensi Danau Toba, juga pernah dicetuskan Kepala Kanwil Departemen Pariwisata & Pos Telekomunikasi (Deparpostel) Abdul Manan SH pada 1996 silam, ketika menggelar temu pers setelah Danau Toba ditetapkan sebagai salah satu Top Ten Destinasi (10 Besar Objek Wisata Utama di Indonesia). Apalagi, ketika kemudian (1997) merupakan puncak perolehan jumlah Wisman pengunjung Sumut yang mencapai angka 301.297 orang, terbesar dalam sejarah ekonomi pariwisata Sumut.
Namun, sedikit hal ironi lainnya muncul sebagai ‘objek’ yang ‘mendunia’ dalam arti mengemuka sebagai faktor utama berupa ‘masalah pokok’ setiap kali menjelang pelaksanaan Pesta Danau Toba. Hal ‘mendunia’ di kalangan kita itu adalah…soal dana, biaya, uang. Uang …! Entah kenapa, ini selalu menjadi dilema yang berulang….
Ketua Umum Panitia PDT 2010 Parlindungan Purba bilang belum ada sepeserpun dana yang masuk ke panitia untuk PDT 2010, baik dari kalangan calon sponsor atau mitra kerja (stake holders). Kepala Dinas Pariwisata Sumut Drs Sudarno pada acara penandatanganan MoU Akpar Medan dengan STP Bandung di Akpar Medan menyebutkan dana atau biaya untuk PDT 2010 masih menunggu dana hibah dari pihak Binsos (tak diperjelas apalah dari Binsos Pusat atau Biro Binsos Pemprop Sumut), Gubsu Syamsul Arifin SE ketika menyambut Menteri Pariwisata Jero Wacik di Bandara Polonia pekan lalu menegaskan dana untuk biaya PDT 2010 itu tanyakan ke Sekda. Lalu, Sekda kepada SIB kemudian menjelaskan soal dana itu nantinya tergantung kordinasi lintas sektoral antara panitia PDT 2010, para stake holders, dan pemerintah (SKPD), plus semua daerah kabupaten se-kawasan Danau Toba dengan prinsip pasti akan didukung Pemda Propinsi.
Secara terpisah, mantan wakil Gubsu Lundu panjaitan SH selaku mantan Kepala Dinas Pariwisata Sumut (terakhir anggota DPD RI) memang mengakui PDT sejak awalnya memang tidak memiliki sumber dana permanen berupa alokasi khusus dari Pemda, karena pada umumnya diperoleh atas penggalangan kerja sama dengan para sponsor atau stakeholders dari kalangan dunia usaha, baik dari swasta, BUMN-BUMN maupun BUMD setempat.
Namun, untuk solusinya, wakil ketua Komisi VI DPR RI Ir Nurdin Tampubolon MSc menilai perlunya suatu kebijakan untuk menetapkan struktur pembiayaan secara reguler untuk PDT-PDT ke depan. Solusi itu harus melibatkan seluruh komponen dan delegasi yang dinilai bertanggung jawab secara urgensi maupun secara partisipasi terhadap objek dan prospek wisata Danau Toba. Sehingga, akan diperoleh komposisi besaran yang akan dituang sebagai ketetapan alokasi dana untuk biaya PDT agar program PDT tidak lagi tersendat seperti selama ini, dan kini.
“Idealnya, seluruh daerah (7 kabupaten) kawasan Danau Toba bisa menetapkan kesiapan dananya sebesar 20 persen dari total kebutuhan acara PDT. Dari para stakeholders misalnya 50 persen atau 60 persen, selebihnya tentu harus adalah dari pusat dan propinsi sebagai alokasi pendukung. Ini hendaknya dituang dalam satu produk SK atau Perda dan semacamnya. Sehingga, panitia bekerja, para sponsor ikut membantu, dan pemerintah pun mendukung. Klop… lah, lalu Pesta Danau Toba pun ramai,” katanya. (Dan…akan mendunia…?) (h)
DOA UNTUK BANGSA KITA INDONESIA
...TUHAN SEGALA PUJI SYUKUR KAMI PANJATKAN ATAS RAHMAT DAN KARUNIAMU YANG ADA PADA BANGSA KAMI INDONESIA
TUHAN SAAT INI KAMI DATANG KEPADAMU MEMINTA KIRANYA RAHMAT DAN KARUNIA YANG LEBIH BESAR BAGI BANGSA KAMI MULAI PEMERINTAHAN SAMPAI MASYARAKAT , MULAI DARI BIDANG EKONOMI , PENDIDIKAN , POLITIK
SEMUA KUSERAHKAN KEPADAMU
BIARLAH KUASA RAHMAT DAN KASIH KARUNIAMU BEKERJA BAGI BANGSA KAMI TERCINTA INDONESIA
AMIN
www.kristian-sirait.blogsp ot.com
1 PETRUS 1:4 untuk
menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar
dan yang. tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu.
Yesaya 6:8
Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!"
http://www.facebook.com/pa ges/manage/updates.php?id= 229538415275&sent=1&e=0#!/ event.php?eid=121589017887 440&ref=mf
Tekad Mengembalikan Pamor Danau Toba
Liputan6.com, Tapanuli: Danau Toba di Sumatra Utara tidak lagi seindah dulu. Menikmati danau ini dari Hutaginjang, Tapanuli Utara, kawasan hutan sebagai hulu sungai yang mengairi Danau Toba sudah gundul di sana-sini. Tidak heran jika permukaan air danau terbesar di Indonesia ini sudah surut hingga tiga meter selama delapan tahun terakhir. Longsor dan banjir bandang pun turut mengancam sebagaimana yang terjadi akhir April lalu dan merenggut lima korban jiwa. Belum lagi soal sampah dan limbah yang mengotori air danau.Mengantisipasi agar tidak mendatangkan bencana lebih besar, sejumlah tokoh masyarakat Batak menggalang aksi kepedulian dengan mengundang beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu II ke Danau Toba, belum lama ini. Di antaranya Menteri Kehutanan, Menteri Pariwisata, Menteri Pendidikan, dan juga Menteri Negara Pemuda dan Olahraga. Sejumlah pengusaha pun ikut diundang.
Para tamu juga dianugerahi bulang-bulang yang terdiri dari ulos, topi batak, serta tongkat yang melambangkan penghormatan masyarakat Batak terhadap tamu. Pada kesempatan ini diucapkan ikrar untuk melakukan reboisasi di seputar Danau Toba yang dikelilingi 10 kabupaten.
Warga Batak sendiri berharap kedatangan para tamu ini bukan sekadar menikmati sisa-sisa keindahan Danau Toba. Mereka berharap agar danau yang menjadi maskot Sumatra Utara itu kembali menyedot wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.(ADO)
Lecet-Lecet demi Hasapi
SEJAK banting setir dari dunia seni ke politik, penyanyi Theresia Ebenna Ezeria Pardede atau akrab dipanggil Tere makin intensif mempromosikan produk budaya. Anggota Komisi X DPR itu kini melatih kemahirannya memetik hasapi, alat musik sejenis kecapi dari Batak. Wanita kelahiran 2 September 1979 itu merelakan jarinya lecet-lecet agar mahir bermain hasapi.
’’Ini menegaskan komitmen saya agar alat musik tradisional digemari generasi muda Indonesia. Karena kalau nggak gini, bisa-bisa produk budaya seperti ini punah,’’ ujar politikus dari Partai Demokrat tersebut di Jakarta kemarin (15/7).
Pelantun lagu Awal yang Indah itu mengatakan sudah lama tertarik pada alat musik tradisional. Kecintaan tersebut dimulai ketika dia kali pertama bermain angklung di taman kanak-kanak (TK). Hingga saat ini dia kerap memainkan angklung untuk menjaga memorinya tentang nada-nada musik dari bambu itu.
Berbekal kecintaan pada alat musik khas Jawa Barat tersebut, dia menapaki karir sebagai penyanyi. ’’Jadi, saya pun mulai membiasakan diri mengeksplorasi kemampuan untuk memainkan alat-alat musik tradisional. Kalau bukan kita sebagai generasi muda, lalu siapa lagi yang mau melestarikannya,’’ kata istri Eka Nugraha tersebut. (zul/c7/ari)
INDAHNYA BATAK
Jumat, 18 Juni 2010 | 12:49 WIB
Ketika anak-anak tak tahu lagi bahasa santun leluhurnya. Ketika para cucu tak paham lagi makna perilaku kakek buyutnya. Ketika generasi muda malu mengakui asal-usulnya. Sementara globalisasi semakin agresif menyeragamkan budaya melalui produksi dan distribusi artistik dan generasi muda terbui olehnya. Ketika itulah budaya dan tradisi di ambang punah.Hampir semua suku bangsa menghadapi tantangan serupa, tak terkecuali suku Batak. Dari 250-an suku bangsa di negeri ini, hanya delapan suku yang memiliki aksara sendiri, salah satunya suku Batak. Sekarang, nyaris tak ada generasi muda yang bisa membaca dan menulis aksara nenek moyangnya itu.
Saat ini hanya generasi tua yang masih menguasai seni bela diri Batak, marmoncak. Muncul keengganan generasi tua mengajarkannya kepada generasi muda, sementara generasi muda pun enggan mempelajarinya. ”Nyaris punah karena tidak diwariskan,” kata Dewan Pembina TB Silalahi Center Letjen (purn) TB Silalahi.
Pesta Budaya dan Tradisi Batak yang puncaknya pada 18 April di Balige, Toba Samosir, Sumatera Utara, ingin mengangkat kembali pelbagai budaya dan tradisi Batak yang hampir punah itu.
Risma S Tambubolon (56) menangis meratapi generasi muda yang tak lagi cinta budaya nenek moyangnya. ”Kenapa kau lupakan warisan ini,” ujarnya dalam bahasa Batak halus saat dia mangandung (meratap). Andung merupakan tradisi yang dilakukan orang Batak saat sanak saudara meninggal dunia atau tertimpa kemalangan. Kalimat-kalimat dalam bahasa halus itu disampaikan dengan intonasi dan nada yang khas sehingga terdengar menyayat hati. Orang yang tidak mengerti bahasa Batak pun bisa terbawa sedih saat mendengarnya.
Risma turun panggung, terdengar petikan alat musik hasapi. Seorang pria berpakaian adat memetik alat berdawai ganda. Rancak, kadang terdengar sendu. Dia sedang maharsapi membawakan lagu-lagu nenek moyang.
Keesokan harinya, bunyi kendang (gondang) bertalu-talu mengiringi belasan remaja menari tortor. Di pelataran lain, puluhan anak-anak ceria menari sambil menyanyikan lagu-lagu rakyat dalam episode martumba. Martumba, kesenian rakyat yang biasa dibawakan anak-anak Batak.
Indahnya Batak. Indahnya Nusantara. Tak rela hati ini jika semua itu punah.
IDENTITAS
Orang Batak Terbuka Sebelum Kolonialisme
Rabu, 7 Juli 2010 | 04:29 WIB
Medan, Kompas - Marmoncak atau atraksi pencak silat merupakan seni beladiri yang dikenal luas di Mandailing dan Minangkabau. Untuk bisa melakukan atraksi ini, harus diimabangi dengan ketrampilan dan kelihaian yang memadai. Ada kalanya atraksi ini dilengkapi dengan senjata yang sebenarnya seperti pisau. Jika si pemain tidak lihai bisa-bisa membawa petaka baginya.
Demikian antara lain mengemuka dalam diskusi dan bedah buku karya Daniel Perret dari Ecole Francaise d’Extreme-Orient berjudul Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu di Sumatra Timur Laut di Universitas Negeri Medan (Unimed), Selasa (6/7). Kegiatan yang digelar Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial (Pussis)-Unimed itu, Daniel hadir sebagai pembicara kunci. Prof Usman Pelly dan Prof BB Simanjutak sebagai pembanding.
Daniel menjelaskan, paling tidak sejak abad ke-9 sudah ada interaksi antara masyarakat Barus dan dunia internasional melalui perdagangan. Salah satu buktinya, di Lobu Tua, dekat Barus, peneliti menemukan ecahan keramik China dan pecahan kaca dari Timur Tengah dari abad ke-9. Peneliti menemukan prasasti bertarikh 1088 M tentang sekelompok orang Tamil, anggota perkumpulan perdagangan, menetap di Lobu Tua.
”Ini mematahkan berbagai pendapat, masyarakat Batak
Salah satu yang menuding suku Batak mengisolasi diri adalah Mangaradja Onggang Parlindungan dalam bukunya Tuanku Rao. Ichwan menambahkan, pada abad ke-11 sampai ke-14, hubungan orang Batak dengan Aceh erat. Hal itu bisa dilihat dari makam Raja Sidabutar di Tomok, Samosir. Di Kompleks pemakaman Raja Sidabutar, banyak relief yang menggambarkan sosok berpeci atau berpakaian seperti orang Aceh. Banyak juga
Para peserta diskusi mempertanyakan awal mula penyebutan nama ”Batak”. Mereka penasaran karena masih simpang siur mengenai istilah itu. Menurut Daniel, terlalu sedikit data
Buku ini berdasarkan penelitian empat tahun sejak tahun 1990 di Barus dan Padang Lawas untuk disertasi yang dia pertahankan di Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales, Paris, tahun 1994. Tahun 1994, Institut National des Langues et Civilisations Orintales memberikan penghargaan Jeanne Cuisinier kepada Daniel atas karyanya itu.
DOA UNTUK BANGSA KITA INDONESIA
...TUHAN SEGALA PUJI SYUKUR KAMI PANJATKAN ATAS RAHMAT DAN KARUNIAMU YANG ADA PADA BANGSA KAMI INDONESIA
TUHAN SAAT INI KAMI DATANG KEPADAMU MEMINTA KIRANYA RAHMAT DAN KARUNIA YANG LEBIH BESAR BAGI BANGSA KAMI MULAI PEMERINTAHAN SAMPAI MASYARAKAT , MULAI DARI BIDANG EKONOMI , PENDIDIKAN , POLITIK
SEMUA KUSERAHKAN KEPADAMU
BIARLAH KUASA RAHMAT DAN KASIH KARUNIAMU BEKERJA BAGI BANGSA KAMI TERCINTA INDONESIA
AMIN
www.kristian-sirait.blogsp
1 PETRUS 1:4 untuk
menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar
dan yang. tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu.
Yesaya 6:8
Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!"
http://www.facebook.com/pa